Senin, 17 Juni 2013

Kolong Bambu

Sinar matahari sudah menggelitik tubuh bocah kecil yang tergeletak diatas tumpukan jerami. Dia tersayat lembut oleh sinar matahari yang membelainya agar dia terbangun dan segera menapakkan kakinya pada daun ilalang yang sudah lama menantinya. Dia membuka matanya dengan tersenyum bahagia, serasa ada malaikat yang mengajaknya menari di sela-sela pelataran daun-daun yang berdiri lebih tinggi dari tubuh mungilnya. Dia tersenyum dan agak sedikit malu dengan keadaannya yang telah dipergoki oleh sang surya. Dia menempelkan kedua tangan ke mulutnya, sambil agak tersenyum malu.
Sang surya tertawa lepas melihatnya tersipu malu seperti dalam sebuah kartun anak-anak “Teletubies”. Dia menyengatkan sinar lembutnya untuk memecah partikel embun di pagi hari ini. Embun yang membasahi tubuhnya sedikit demi sedikit memudar. Dia tersenyum kepada matahari, alangkah baiknya sang surya yang dengan tulus membersihkan tubuhnya yang kedinginan. Segerombol daun ilalang yang bergoyang ala Inul daratista dengan iringan lagu “ Yamko Rambe Yamko”. Seisi sawah ikut berdendang menebarkan semangat untuk pagi yang cerah ini.
Ramon mulai bersemangat kembali, mewujudkan satu persatu dari mimpinya. Dia mengambil sebuah miniatur alat pembersih debu atau vacum cleaner. Dengan optimis, dia mengangguk – anggukkan kepalanya. Dia tersenyum kecil sambil memegang miniatur vacum cleaner itu. Diambilnya pena yang menyangkut di sela-sela jerami. Tulisan-tulisan yang ia tulis semalam masih meninggalkan sebuah ingatan tentang mimpinya. Dia meneruskan kembali rajutan mimpinya semalam di tempat ini. Karna memang rumah bambu sederhana dan kecil ini merupakan markas besarnya untuk merajut mimpi.
Hari ini dia tidak pulang ke rumah, dia tertidur pulas di markas besarnya. Markas yang ia bangun di pinggir sawah  dengan menggunakan bambu sebagai bahan dasarnya yang dibelakangnya dikelilingi semak belukar. Disampingnya ada segerombolan ilalang yang menari-nari menyambut cerahnya pagi, setelah semalam diterjang badai angin yang sangat dingin dan mengikat kuat kulitnya. Bocah kecil berusia 10 tahun ini selalu enjoy menikmati harinya di gubuk dekat sawah ini.
Berbeda dengan di rumah tempat tinggalnya yang berada di sebuah perkampungan. Disini dia bisa memperoleh semua informasi yang ia inginkan, mulai dari opportunity, peluang, bahkan tentang fasilitas pendidikan yang bisa dienyam siapa pun. Dia dapat mengetahui informasi itu dengan cepat melalui mesin pencari search engine. Karena markasnya itu berdiri di dekat wilayah perkotaan, tepatnya didekat sebuah kantor pusat informasi yang memilikki fasilitas wifi gratis.

Disampingnya, terlihat seekor kucing yang tergeletak di jerami tempatnya tidur. Kucing itu masih belum bisa membuka kantong matanya.  Kucing itu nampak kelelahan. Ramon mengelus badannya yang gemuk itu. Kucing itu terkejut dan membuka matanya sedikit sambil sedikit tersenyum. Ramon membalas senyumannya dan berkata, “ Kau boleh tinggal disini bila kau mau. Dan kita akan menjadi sahabat.” Kucing itu menatap tajam mata Ramon. “meonnggg..”, kucing itu tersenyum lalu menutup matanya kembali.

1 komentar:

  1. owh...ya ya ya...lanjutan posting sebelumnya ternyata...

    BalasHapus