Kamis, 04 Juli 2013

Jarum Nikotin

Terlentangku bernafas dalam uap
Menyolot nyawa yang hijau dipeluknya
Kata terakhir untuk sang bunda
Tidakkah ia berlari didalamnya

Nafasku mulai jenuh dengan alergi yang menyentuh
Tembok hitam pembual nafsu

Masa pembawa bekas di batin
Telah luput sampai di ubin
Berduel dengan nikotin
Hingga menusukku menjulur latin


Jumat, 28 Juni 2013

Cacing Kurusmu

Kekasihmu merangkai pesona yang kau daki di ruang tak berpenghuni
Terikat mereka akan sanubari yang mencintai
Kau bawa pergi lelah daun
Dari hujannya yang tak kunjung turun

Apa kau lalai dengan jalan yang kau tapaki
Terinjak-injak tak memaki

Sakit hati mengolah hati

Apa Aku?

Kau yang larut dalam tanda koma yang tak kunjung berhenti
Menjaga nama baik halilintar yang yang tak pernah menghampiri
Menerima segala janji tuk dikhianati
Ada kata melambai dalam larutan
Kau tak hanya berlari dalam api yang mencari pulau mati
Dari asalnya yang pernah menjadi seperti mimpi

Meleburlah dalam embun yang tak pernah marah
Bila tanpa waktu kau bisa meredam amarah
Menunggu saja di gedung berdarah
Menerpa onta yang tak terarah

Bagimu hanya secuil padi rusak tak berarti
Kau merasa punya nyali
Menumbuhkan jarak pandang konsentrasi jendela oleh setetes asi
Jari yang hanya sebatas ubi
Bisa berkembang tapi tak bisa melebihi

Hebat kau bukan menyamai kehendak ilahi
Menangkal dangkal yang terpejam dan terbenam di padang yang tenggelam
Kau sebut satu

Tak cukup membawa aku

Kamis, 27 Juni 2013

Merahku Padanya

Nama dalam buai yang kurasa
Menyimpan kata yang menyibak luka
Sajak dari sajak yang berwarna
Memilikki daya tarik yang merasa

Mengapa harus menghujani setiap derita
Demi padang pasir yang tak berdosa
Kemana lagi mereka kan bertanya
Mendapatkan nyawa pada setiap pesona
Kau butuh hanya
Kau butuh tanpa
Kau butuh bagaimana berkata apa

Dari detik yang tak pernah mengatakan bagaimana hal yang kurasa
Kau datang menyanbut lara
Menghinggapi sedikit cerita
Dari tirai yang ternoda

Mungkin hanya janji yang terkadang menghampiri
Berlari layaknya ikan pari
Sayap kuat yang pemancar cahaya yang memaafkan segala dosa

Dora, kau kah itu?

Kau kah yang melambai disana?

Secangkul Paruh

Apa bedanya kau dengan burung onta yang berlari mengejar sayapnya
Mengatakan dimana aku berada
Membawa lari jangkauan benda yang menerka
Apalagi dari sekedar sayapmu yang merasa
Keping dari keping kehangatan jiwa
Menopang punggung-punggung yang tertawa

Larilah saja dengan sang surya
Agar kau datang di sebelah sana
Pucuk angsa yang berkata
Aku cinta padanya

Dari bilik yang bernadi

Menukarkan analogi pribadi

Sungai Pengabai

Nyali tak lagi menciut dalam kabut yang semakin berlutut
Kau boleh membawa pergi kata yang mencari arti dimana mereka berlari
Dalam asap hijau yang tak pernah melepaskan tangan kering mereka
Jarak yang semakin terbatas dengan para pengawas yang membatas di kapas kapas pembatas.
Kalau kau berlari sejauh mega yang tak mengerti kemana engkau beradu mengadu rancu
Kau mungkin terbawa arus kurus pembawa benih

Menerpa lirih
Menyapu bersih
Kapur  kapur sirih
Dari balik benih

Di jalan apa saja kau meyakini secuil perekat gerbang pembawa naluri
Kan kau temukan jiwa nadi arus sungai pengabai jiwa yang terbengkalai

Ujung sampan pembawa lotus hingga yang meletus bagai melitus
Ujung kurus yang melurus
Ujung kurus yang merebus
Ujung jurus yang mengapus
Ujung kurus yang mengutus

Cukup dua sampan yang harus bergerak lurus
Dan jangan ada lagi tali pengikat yang melemparkan kawat pesawat yang mulai berkarat dan tak berserat.
Merebah dalam hitungan nadi yang berdetik

Dan kau kan melihat kaca menara yang terbang di angkasa

Rabu, 26 Juni 2013

Cacat tak Bertulang

Mulutmu memang tak jinak mengeluarkan banyak asap yang dapat mencekik setiap orang. Kau seharusnya masuk penjara dengan tuduhan membunuh orang.
Sudah berapa banyak jiwa yang kau bunuh?
Jiwa memang tidak terlihat tapi mereka bisa merasakan bagaimana si mulut buaya memakan sedikit demi sedikit mental mereka.
Dari jiwa yang berlari
Mengejar sedikit nyawa yang berseri
Kemana mereka pergi tak sesungguhnya berkata kapan mereka mati
Dari bilik nadi yang menuai emosi

Kau bawa lagi sepasang jeruji
Yang menyita kiasan bergerigi
Jaungkauan asap yang menelusuri
Kain mori penutup hati

Baik kata dalam sampah
Menjelujur dalam bongkah
Bersenyawa dengan amarah
Yang tak pernah berkerah

Hati hati dengan si pesilat lidah
Tapi punya nyali tuk bertuah
Hanya merekah sebagai sampah

Merah tak berdarah